Sesungguhnya kami telah mentaati
Pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami
Lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)
Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab
Dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.
(QS Al Ahzab [33]: 67-68)
Imam al Ghazali pernah berkata. “Jangan bergaul dengan para pemimpin dan pembesar yang zalim, bahkan jangan menemuinya. Berjumpa dan bergaul dengan mereka hanya membawa petaka. Dan sekiranya kamu terpaksa bertemu, jangan memuji-muji mereka, karena Allah sangat murka ketika orang fasik dan zalim dipuji. Dan barangsiapa mendoakan mereka panjang umur, maka sesungguhnya dia suka agar Allah didurhakai di muka bumi.”
Imam al Ghazail bahkan mengeluarkan larangan menerima pemberian dari penguasa yang zalim. “Jangan menerima apa-apa pemberian dari golongan pembesar, meski kamu tahu pemberian itu bersumber dari yang halal. Sebab, sikap tamak mereka akan merusak agama. Pemberian itu akan menimbulkan rasa simpati (jika diterima). Lalu kamu akan mulai menjaga kepentingannya mereka dan berdiam diri atas kezaliman yang mereka lakukan. Dan itu semua telah merusak agama.”
Jika sudah demikian, Imam al Ghazali mengajukan pertanyaan yang luar biasa menyeramkan. “Apalagi yang lebih buruk dibanding dengan kerusakan agama?”
Setiap penguasa, selalu memiliki kemungkinan untuk berbuat zalim, kecuali penguasa yang beriman kepada Allah, berteman dan dikeliling orang-orang yang beriman pula. Mereka saling mengingatkan dan memberi nasihat, hanya demi kebaikan, dan bukan untuk kepentingan.
Tapi ketika seorang penguasa dikelilingi orang-orang yang busuk dan jahat, maka kezaliman hanya tinggal menunggu waktu untuk dirasakan. Dan ketika semua itu terjadi, kerusakan akan merajalela, kehancuran di depan mata, menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran dan menjadikan kesesatan sebagai panutan. Karena itu, pemimpin yang zalim masuk menjadi salah satu golongan yang paling dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah bersabda, "Ada empat golongan yang paling Allah benci. Pedagang yang banyak bersumpah, orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina, dan seorang pemimpin (penguasa) yang zalim." (HR. An-Nasai)
Rasulullah bersabda, "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan untuk memimpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam (keadaan) melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya untuk masuk surga."
Alangkah ruginya para pemimpin seperti ini. Dan alangkah malangnya umat dan rakyat yang mendapat pemimpin seperti ini.
Ketika seorang pemimpin zalim berkuasa, maka yang bertanggung jawab bukan hanya para pelaku kekuasaan; raja, kaisar, presiden bahkan gubernur dan kepala desa. Umat dan rakyat pun akan bertanggung jawab memikul beban penguasa yang zalim.
hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. “Barangsiapa yang mengangkat seseorang (pemimpin) untuk mengurusi perkara kaum Muslimin sementara dia mendapati ada seseorang yang lebih layak daripada orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat pada Allah SWT dan Rasul-Nya.”
sesungguhnya Allah telah melakukan proteksi agar kita tak memiliki kecenderungan hati pada orang-orang yang zalim. Sebab, kecenderungan itu akan mengantarkan kita pada azab yang pedih. “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Huud [11]: 113)
Sungguh, seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.” (HR Muslim)
Pemimpin dan yang dipimpin adalah mata rantai yang tak terpisahkan. Pemimpin lahir dari dan terpilih oleh orang-orang yang akan dipimpin. Ketika seorang pemimpin bersalah, maka bersalah pula mereka yang memilihnya. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim, maka mereka yang memilih juga akan menanggung akibatnya.
Umar bin Khattab ra lebih tegas lagi mengatakan, tugas seorang pemimpin adalah menjaga agama. “Pemimpin di angkat untuk menegakkan agama Allah,” kata Umar bin Khattab.
Ada beberapa hal yang membuat pemimpin tergelincir pada perilaku zalim. Yang paling berbahaya adalah, ketika seorang pemimpin menuruti hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia. Kemudian, kolusi dan nepotisme yang tidak sesuai dengan aturan kebenaran. Para penasihat yang buruk dan teman yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin. Jika orang-orang yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran tinggal menunggu waktu.
Jika sudah demikian, Imam al Ghazali mengajukan pertanyaan yang luar biasa menyeramkan. “Apalagi yang lebih buruk dibanding dengan kerusakan agama?”
Setiap penguasa, selalu memiliki kemungkinan untuk berbuat zalim, kecuali penguasa yang beriman kepada Allah, berteman dan dikeliling orang-orang yang beriman pula. Mereka saling mengingatkan dan memberi nasihat, hanya demi kebaikan, dan bukan untuk kepentingan.
Tapi ketika seorang penguasa dikelilingi orang-orang yang busuk dan jahat, maka kezaliman hanya tinggal menunggu waktu untuk dirasakan. Dan ketika semua itu terjadi, kerusakan akan merajalela, kehancuran di depan mata, menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran dan menjadikan kesesatan sebagai panutan. Karena itu, pemimpin yang zalim masuk menjadi salah satu golongan yang paling dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah bersabda, "Ada empat golongan yang paling Allah benci. Pedagang yang banyak bersumpah, orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina, dan seorang pemimpin (penguasa) yang zalim." (HR. An-Nasai)
Rasulullah bersabda, "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan untuk memimpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam (keadaan) melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya untuk masuk surga."
Alangkah ruginya para pemimpin seperti ini. Dan alangkah malangnya umat dan rakyat yang mendapat pemimpin seperti ini.
Ketika seorang pemimpin zalim berkuasa, maka yang bertanggung jawab bukan hanya para pelaku kekuasaan; raja, kaisar, presiden bahkan gubernur dan kepala desa. Umat dan rakyat pun akan bertanggung jawab memikul beban penguasa yang zalim.
hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. “Barangsiapa yang mengangkat seseorang (pemimpin) untuk mengurusi perkara kaum Muslimin sementara dia mendapati ada seseorang yang lebih layak daripada orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat pada Allah SWT dan Rasul-Nya.”
sesungguhnya Allah telah melakukan proteksi agar kita tak memiliki kecenderungan hati pada orang-orang yang zalim. Sebab, kecenderungan itu akan mengantarkan kita pada azab yang pedih. “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS Huud [11]: 113)
Sungguh, seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.” (HR Muslim)
Pemimpin dan yang dipimpin adalah mata rantai yang tak terpisahkan. Pemimpin lahir dari dan terpilih oleh orang-orang yang akan dipimpin. Ketika seorang pemimpin bersalah, maka bersalah pula mereka yang memilihnya. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim, maka mereka yang memilih juga akan menanggung akibatnya.
Umar bin Khattab ra lebih tegas lagi mengatakan, tugas seorang pemimpin adalah menjaga agama. “Pemimpin di angkat untuk menegakkan agama Allah,” kata Umar bin Khattab.
Ada beberapa hal yang membuat pemimpin tergelincir pada perilaku zalim. Yang paling berbahaya adalah, ketika seorang pemimpin menuruti hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia. Kemudian, kolusi dan nepotisme yang tidak sesuai dengan aturan kebenaran. Para penasihat yang buruk dan teman yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin. Jika orang-orang yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran tinggal menunggu waktu.
Referensi yang bagus buat para pemimpin dan calon pemimpin daerah ini.. good job anti rasisme....
BalasHapus